Historical Story
Glenn Fredly Deviano Latuihamallo, namanya dikenal baik sebagai seorang musisi, produser, penulis lagu, serta aktor berkebangsaan Indonesia. Terungkai dari segenap perjalanan kariernya, kemanapun derai kehidupan memapah raganya namun musik tetap menjadi rumah tempatnya kembali.
Ia lahir dan tumbuh di Jakarta, pada 30 September 1975. Mencintai lantunan musik sejak ia berumur 4 tahun, berlatih dan berlatih hingga menguji dirinya pada beberapa ajang lomba. Mulai dari lomba menyanyi yang diadakan oleh Yayasan Musik Indonesia (1984), Vini Vidi Vici “Saya datang, Saya melihat, dan Saya telah menaklukan”, hingga Cipta Pesona Bintang RCTI (1992). Tumbuh di lingkungan keluarga yang erat akan irama dan nada-nada membentuk persona Glenn Fredly menjadi musisi kebanggaan Indonesia.
Karakternya yang membumi lahir bagai pujangga yang memiliki sejuta prosa kata, dalam dirinya bersemayam kecintaan dan jiwa yang besar terhadap Tanah Air. Terutama kampung halamannya, Kota Ambon, Maluku. Segenap itikad dari jerih letih tubuhnya dalam berkarya, semata-mata untuk membangun tempat kelahirannya. Agar kian layak nan sama rata, ia tidak akan dapat tertidur dengan lelapnya sementara sanak saudaranya tidak berkecukupan dengan baik.
Pendekar di balik raga tanpa jeda dan jarak, suara hati dan setiap haru dalam dirinya merupakan hal yang dapat dirasakan oleh orang di sekelilingnya.
Ia seorang Ayah dan sahabat yang memiliki jiwa besar untuk memanusiakan manusia. Konsistensi dan intensitasnya dalam berkarya yang mengemban sejumlah mimpi-mimpi, tak lepas dari dukungan Ayahanda Henkie Latuihamallo dan Ibunda Linda Mirna Siahaya, serta Istri tercinta Mutia Ayu Wandini dan buah hatinya Gewa Atlana Syamayim Latuihamallo.
Lingkup kasihnya bagai angin yang berdesir dengan teduhnya, laksana mata air yang mengalir menghidupi filantropi.
Glenn Fredly Deviano Latuihamallo (1994 – 1995)
Kembali melintasi waktu pada tahun 1995, awal mula Glenn Fredly memulai perjalanan karier profesionalnya di industri musik Tanah Air. Satu tahun setelah dirinya lulus SMA (1994), ia bergabung menjadi seorang vokalis dalam sebuah band ternama, Funk Section (1995). Sebelum pada akhirnya memutuskan menjadi solois setelah tiga tahun berselang. Tanpa banyak orasi, ia membuat karya-karyanya bicara jauh lebih banyak darinya. Dengan mengusung genre R&B Soul, ia menjadi salah satu musisi yang memiliki keberanian lebih pasalnya genre tersebut masih minim peminatnya kala itu.
Dengan segenap daya jelajah yang penuh akan simpang jalan, prinsip dan tekad dalam hidupnya membawa raga pada sebuah petualangan arteri yang penuh akan bebatuan.
(1998)
Suara dengan warna yang memiliki karakter khas membawanya pada sebuah album perdana yang berjudul “Glenn” (1998). Bernaung di bawah label Sony Music Indonesia dengan Aminoto Kosin sebagai produser pertamanya.
Album yang ia ciptakan ini membahu raganya pada tingkatan yang berbeda, namanya kian dikenal tidak hanya oleh masyarakat Indonesia. Lagu “Cukup Sudah” dan “Kau” yang menjadi hits dalam album perdananya ini sukses membawa namanya mengudara. Beberapa negara Asia mulai menyadari kedatangan Glenn Fredly sebagai musisi Indonesia, sebagian di antaranya adalah Malaysia dan Singapura.
Pada tahun ini Glenn Fredly menghadapi sebuah dilema yang cukup menggetarkan hatinya, meski album ini cukup dikenal namun dari segi penjualan dan popularitas alih-alih masih belum memenuhi standar ‘ekspektasi’ dari pihak label. Bagai batu penarung belantara, kondisi ini memicu sekat antara Glenn Fredly dan pihak label dalam berkarya.
Pada masa ini, Aminoto Kosin selaku produser tetap memberikan ruang lingkup yang bebas untuk Glenn Fredly menciptakan karya-karyanya.
“Perjalanan baru dimulai, menyerah bukan pilihan, Glenn!” – Aminoto Kosin (1998).
(2000 – 2001)
Glenn Fredly meluncurkan album keduanya yang berjudul “Kembali” (2000), pada masa ini keberadaannya mulai terlukis dalam hati dan angan masyarakat Tanah Air. “Dewa Cinta” merupakan julukan yang ia dapati setelah rilis album ini, lagu “Salam Bagi Sahabat” dan “Kasih Putih” yang menjadi hits dan tidak terlupakan hingga saat ini merupakan bagian dari nyawa album keduanya.
Pada masa ini, keberaniannya membuahkan hasil yang indah. Ia meraih penghargaan dari Malaysia dengan kategori (Album Terbaik Indonesia) serta dari Singapura dengan kategori (Lagu Terbaik Pilihan Pendengar). Tidak hanya itu, setahun setelahnya Glenn Fredly berhasil meraih penghargaan dengan kategori (Lagu dan Penyanyi Pria Terbaik) bergenre R&B Soul serta (Karya Produksi Urban Terbaik) oleh AMI Awards (2001).
Glenn Fredly membuktikan dengan karya-karyanya di atas keraguan pihak label, pada akhirnya buah yang manis nan segar ia dapati melalui konsistensi.
“Sisi kemanusiaan selalu memiliki kekurangan dan kelemahan, terlepas dari kelebihan yang tersua dalam diri masing-masing. “Ajari saya setiap hari, karena saya tempatnya kekurangan dan kelemahan..” – Glenn Fredly.
(2003 – 2004)
Ia terus berjalan, meraih, menyusuri dunia jauh lebih luas lagi. Mimpinya mulai tercapai satu demi satu, hingga tiba pada perjumpaan album ketiga yang berjudul “Selamat Pagi, Dunia!” (2003). Pada album ini, musisi-musisi mulai berkaca padanya, namanya kian menjadi permata. Lagu “Januari” dalam album ini melambung tinggi, menjadi hits hingga pelosok Negeri.
Meski berawal dari keraguan lagi dan lagi dari pihak label namun Glenn Fredly dengan raga dan ketulusan hatinya dalam berkarya menutup semua itu dengan impak yang manis. Keberhasilan album “Selamat Pagi, Dunia!” membuat pihak label kala itu merilis album Repackage (2004) dengan konsep unplugged live performance. Pada tahun ini Glenn Fredly berhasil memenangkan penghargaan AMI Awards dalam kategori (Lagu Pop Terbaik).
Dari tahun ke tahun sisi kemanusiaan Glenn Fredly kian menginspirasi, ia tidak dapat melihat keluarga nan sanak saudara se-Tanah Air mengalami terai duka. Pada tahun ini Aceh tengah diterpa nestapa, Tsunami besar yang meratakan hampir seluruhnya bersilih bentala menggerakkan hati Glenn Fredly seketika. Ia menjadikan medium musik sebagai wadah utamanya untuk menggerakkan hati manusia saling bahu membahu, ia di antara puluhan musisi serentak merilis single “Kita Untuk Mereka”. Terwujud untuk menderma, raganya siaga melahirkan ambang batas tertinggi sikap kemanusiaan.
Pada masa ini tutur sungkawa menggema satu Tanah Air, sebuah titik memanusiakan manusia tengah berada pada puncak teratasnya. Glenn Fredly Deviano Latuihamallo, sang insan lingkungan dengan delegasi kemanusiaan.
(2005 – 2012)
Glenn Fredly mulai masuk ke dalam ranah perfilman Indonesia, ia mengawalinya dengan mengisi soundtrack pada film “Cinta Silver” (2005) dengan sebuah single “Akhir Cerita Cinta”, “Rectoverso” (2013) dengan single “Malaikat Juga Tahu”, “Cahaya Dari Timur Beta Maluku” (2014) dengan single “Tinggikan”, “Filosofi Kopi” (2015) dengan single “Filosofi dan Logika”, dan yang terakhir adalah “Twivortiare” (2019) dengan single “Kembali Ke Awal.”
Seiring berjalannya waktu, ia memasuki ranah film lebih dalam lagi sebagai seorang produser. Sejumlah film karya anak bangsa telah ia produseri, beberapa di antaranya adalah “Tanda Tanya”, “Cahaya Dari Timur”, dan “Surat Dari Praha”.
Menekuni bidang perfilman Indonesia menjadikan Glenn Fredly meningkat dari sisi musikalitas, mengkorelasikan segenap karyanya seraya memadu-padankan dengan virtual dalam film kian menambah kepekaan dirinya dalam sense bermusik. Pada tahun ini ia mendapatkan penghargaan dari AMI Awards dengan kategori (Best Pop Male Solo Artist) 2005.
Satu tahun setelahnya, Glenn Fredly kembali merilis album yang berjudul “Aku & Wanita” (2006). Album ini ia dedikasikan sebagai penghormatan kepada musisi-musisi terdahulu, hits dalam album ini ialah “Tega” dan “Aku Cinta Padamu”. Pada masa ini, ia juga mendapatkan penghargaan dari AMI Awards dengan kategori (Best Mix Engineer), (For Best Foreign Language Song) untuk lagu (When I Fall In Love) dan (For Jazz Production Works) untuk lagu (Tega). Pada tahun yang sama Glenn Fredly merilis album eksklusif untuk Natal yang berjudul “Terang” (2006). Berisikan 10 buah lagu, Glenn Fredly berkolaborasi dengan beberapa musisi di antaranya; Pasto (Rayen Pono), Edo Kondologit dan Rio Febrian.
Pada tahun setelahnya, Glenn Fredly kembali merilis album yang berjudul “Happy Sunday” (2007). Album ini diusung sebagai sebuah sarana memancarkan semangat baru dalam memandang kehidupan dunia melalui bermusik. Seiring perjalanannya, ia berorasi dengan karyanya dalam konser amal South for Indonesian Earth. Sebagai apresiasi dan penghargaan untuk bumi.
Pada tahun (2008), Glenn kembali mewarnai industri musik Indonesia dengan merilis album “Private Collection”. Lagu “Terserah” kian populer kala itu, terlebih lagu “Hikayat Cintaku (feat. Dewi Persik)” yang selalu sukses membuat audience bersenandung nan berdansa serentak.
Pada tahun 2010, Glenn Fredly merilis album yang berjudul “Lovevolution” (2010). Berisikan 14 lagu, “Lovevolution” dan “Tersimpan” menjadi hits dalam album ke-delapannya ini.
Gelora perjalanan karier Glenn Fredly kian energik, kini ia tengah berada di atas bukit dengan membawa mimpi yang lebih tinggi. Glenn Fredly bersama Sandhy Sondoro dan Tompi membentuk Trio Lestari (2011) dengan debut album berjudul “Wangi”
“Tidak ada alasan khusus kenapa namanya Wangi, karena para penggemar kami umumnya wangi.” – Tompi.
Pada akhir tahun yang sama, ia juga berkolaborasi dengan Ras Muhamad dalam pembuatan lagu yang berjudul “Tanah Perjanjian”, single ini tercipta berlandaskan dari konflik yang terjadi di Papua. Glenn Fredly bersama sahabatnya Ras Muhamad, berdendang menyuarakan hak-hak sanak saudara di Papua melalui lagu ini. Kecewa nan pilu ia rasakan lantaran minimnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap konflik yang tengah mengeruh pada ujung timur ini, dengan segenap emosi haru sedu energi pada lagu ini ia suarakan untuk menggugah hati nurani silent majority. Dengan mengenakan aksesoris khas Papua, ia kerap melantunkan lagu ini diiringi isak tangis curahan afeksi hati.
Lagu ini dibagikan secara gratis di situs resmi Rolling Stone Indonesia.
“Lagu ini saya ciptakan bersama sahabat saya, Ras Muhamad. Tentang pesan damai, khususnya untuk sanak saudara kita di Papua. Negara ini merupakan latar belakang budaya, agama, ras, suku yang bisa merasakan kebebasan. Jadi jangan bedakan Papua, jangan bedakan warna kulit, stop rasism di Negara ini temanteman!” – Glenn Fredly.
Jelang akhir tahun setelahnya, Glenn Fredly bersama dengan The Bakuucakar merilis sebuah album berjudul “Luka, Cinta, & Merdeka” (2012) yang berisikan total 12 lagu senyawa antara luka dan cinta, sedemikian lirik pada lagu-lagu di album ini bermain di antara bait-bait prosa dan metafora. Pada masa ini, Glenn Fredly menyuguhkan sebuah konser yang berjudul “Cinta Beta” dalam rangka merayakan perjalanan 17 tahun kariernya dalam berkarya untuk Indonesia. Konser ini didedikasikan darinya untuk kampung halaman, Timur Indonesia. Ia mengajak seluruh penonton yang tercatat kurang lebih 5000 orang pada konser ini untuk menaruh perhatian serius terhadap konflik serta persoalan di Timur Indonesia. Istora Senayan, Jakarta. Menjadi saksi gema sorak-sorai untuk sanak saudara sekampung halamannya.
Dari sejumlah prestasi serta apresiasi yang kian hari ia terima, tidak merubah sikapnya yang senantiasa menunduk berjalan di atas muka bumi. Tidak ada perbedaan dalam sudut pandangnya, ia menjunjung tinggi toleransi antar umat manusia. Tidak mengenal batas usia, ras, agama, golongan, adat istiadat, asal-muasal, ia memiliki kekuatan yang dapat mendobrak sekat-sekat yang mampu membatasi umat manusia dalam toleransi. Ia hidup dan berjalan beriringan dengan kesetaraan dalam beragam perbedaan.
Amarahnya adalah pelanggaran toleransi, suaranya adalah hak-hak manusia yang layak terpenuhi, dan rangkulannya adalah bantuan di atas kesulitan dan persoalan bumi ini. Terlalu banyak asas dan kebaikan yang ia bangun semasa hidupnya, sekiranya kami sebagai generasi penerus tidak akan cukup untuk mengucapkan kata terima kasih.
(2014)
Pada tahun ini, Glenn Fredly telah lepas dari label dan berdikari menyuarakan karya-karyanya. Dimulai dengan membentuk sebuah ‘wadah’ untuk mengusung munculnya musisi-musisi baru dengan konsep endorse yang kita kenal sampai hari ini dengan nama korporasi Musik Bagus Indonesia. Di bawah label dengan konsep endorse ini pada awalnya, membentuk sejumlah musisi-musisi baru yakni Yura Yunita, Gilbert Pohan, Bhakes, dan Tiara. Sasaran musisi disini merupakan pencipta dan penyanyi sehingga mereka bisa melahirkan karyanya sendiri. Didorong dengan single “Cinta dan Rahasia”, Musik Bagus memiliki misi untuk membuat karya dengan lirik berbahasa daerah asal musisi. Maka dari itu Yura Yunita memiliki lagu “Kataji” dengan bahasa Sunda dan Gilbert Pohan dengan lagu berjudul “Martumba” dengan bahasa daerah Batak.
“Sampaikan portal ini memulai movement di mana musisi memberi endorsement ke musisi lainnya, bisa musisi baru maupun musisi dari era lama. Jadi bukan business oriented” ujar Glenn Fredly pada Gilbert Pohan dalam menjelaskan maksud dan tujuan awal dibentuknya label Musik Bagus Indonesia. Dalam perkembangannya, Musik Bagus memiliki concern ranah publishing pada tahun 2016 dan kian berkembang sampai sekarang terkait hak cipta dan intelektual properi dari sebuah karya yang dilahirkan musisi-musisi Indonesia.
Pada tahun ini, Glenn Fredly juga memiliki format sessionist sebelum The Bakuucakar yang mengiringi selama 10 tahun yaitu Marlon Paulus (Saxophone), Tommy Widodo (keyboardist), DJ Tius, Barry Likumahuwa (Bassist), Rejoz Patty (Percussion), Nyonk Webz (drummer), Sai Zen & Ivan Saba (rapper), Henry Budidharma (guitarist),
(2015) “Menanti Arah” Sebuah Konser Sejarah Musik Indonesia.
Mendekati akhir tahun 2015, tepat pada 17 Oktober. Glenn Fredly mencatat sejarah hidupnya dan untuk musik Indonesia. Diusung sebagai salah satu konser terbaik ditahun ini, Glenn Fredly mengadakan tour konser 20 tahun dirinya dalam berkarya, senada dengan angka anniversary ia berselebrasi pada 20 kota yang diakhiri dengan konser besar yang berlokasi di Istora Senayan, Jakarta.
Glenn Fredly dalam konser ini kembali pada sebuah perjalanan era 90’an, ruang waktu yang membesarkan namanya. Funk Section turut berpartisipasi dalam konsernya kala itu, dengan 7000 orang yang hadir menjadi saksi alkisah cerita tumbuh kembang Glenn Fredly.
(2016 – 2019) Sebentuk Apresiasi Untuk Musisi Tanah Air
Glenn Fredly adalah musisi yang memiliki tingkat kepedulian tinggi, kecintaannya terhadap musik tidak hanya membentuk persona mahir berkarya. Ia memiliki rancang rencana masa depan yang jauh lebih mulia untuk keberlangsungan musik Indonesia. Ia tidak pernah berhenti untuk belajar, banyak melihat dan berkaca, serta menjadi pendengar yang baik merupakan asas untuk sebuah pencapaian, ada sebuah mimpi yang senantiasa ia selalu perjuangkan. Maka dari itu ia membentuk sebuah program yang diberi nama “Tanda Mata”, dengan sedemikian rupa benih mimpi yang ia tanamkan dengan satu avrah tujuan yakni mensejahterakan karya-karya musisi Tanah Air. Bagai sebuah pohon besar, “Tanda Mata” akan menjadi wadah untuk buah-buah segar yang berisikan seluruh karya dan dokumentasi musisi Indonesia.
Salah satu programnya yang sudah berjalan dari tahun ke tahun ialah Konser “Tanda Mata”, dalam perjalanannya konser ini mengusung tema mempersembahkan setakat apresiasi dan penghormatan terhadap musisi-musisi Tanah Air. Dengan segenap ide kreatif yang senantiasa berubah-ubah kendatipun tema pada tiap tahunnya sama, konser ini tetap menjadi salah satu bagian karya Glenn Fredly yang paling dinanti-nantikan oleh masyarakat pecinta musik Tanah Air. Konser ini selalu diselenggarakan setiap 30 September bertepatan dengan ulang tahun Glenn Fredly, selebrasinya merupakan trophy untuk musisi Indonesia.
Konser ini perdana dipersembahkan oleh Glenn Fredly untuk Ruth Sahanaya dengan judul “Tanda Mata Glenn Fredly Untuk Ruth Sahanaya” (2016). Ruth Sahanaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Uthe ini merupakan sosok yang ia kagumi, Glenn menjulukinya sebagai pahlawan musik sejak belia. Konser yang berlangsung di Balai Sarbini, Jakarta. Memiliki sarat makna yang begitu dalamnya, tidak hanya sebagai motivasi ataupun sosok idola. Konser ini menjadi tanda pesan regenerasi dan kepedulian Glenn Fredly terhadap industri musik Indonesia.
“Perjalanan musik tidak akan lepas dari penciptanya, Tanda Mata Glenn Fredly Untuk Ruth Sahanaya semoga menjadi budaya baru dalam industri kita.” – Glenn Fredly.
Setelah Ruth Sahanaya, pada tahun selanjutnya Glenn Fredly mengapresiasi maha karya dari sebuah band legendaris Indonesia yakni SLANK. Sebuah konser yang berjudul “Tanda Mata Glenn Fredly Untuk SLANK” (2017) merupakan kejutan besar untuk para personil SLANK sendiri, pasalnya seluruh lagu ciptaan SLANK yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan ciri khas ‘pedas’ nan ‘gahar’ telah diaransemen ulang oleh Glenn Fredly dengan ciri khasnya yang ‘pop’, ‘soulful’ nan ‘ballad’ bahkan Glenn Fredly melakukan secercah improvisasi dengan menyematkan genre ‘reggae’. Dengan beragam musisi yang singgah meramaikan konser #TNDMT kala itu, sebentuk apresiasi beriringan dengan selebrasi menjadi sejarah bagi SLANK.
“SLANK adalah penanda zaman. Mereka adalah satu bagian yang membangun demokrasi, mereka tidak hanya berkarya dalam dunia hiburan. Malam ini apresiasi penuh untuknya, SLANK akan melihat karyanya dalam interpretasi saya.” – Glenn Fredly.
“Tanda Mata Glenn Fredly Untuk Yovie Widianto” (2018). Pada perjalanan #TNDMT ditahun ketiganya, Glenn Fredly memberikan penghormatan utuh terhadap salah satu musisi yang sangat berjasa dalam perjalanan kariernya yakni Yovie Widianto. Konser ini disuguhkan spesial untuk sahabatnya itu dengan menghadirkan musisi-musisi baru dan sejumlah musisi senior, sebuah trophy ia persembahkan secara langsung untuk Yovie Widianto malam itu. Beragam kejutan ada disetiap detiknya, tercatat dalam sejarah konser “Tanda Mata Glenn Fredly Untuk Yovie Widianto” dijuluki sebagai konser termanis pada era ini. Konser ini dihadirkan oleh ribuan penonton dengan sejumlah hasil perolehan dari penjualan tiketnya dipersembahkan untuk korban gempa di Palu dan sekitarnya.
“Regenerasi adalah energi besar untuk menstimulasi karya-karya baru. Yovie memberikan ruang besar bagi musisi baru. Salah satunya penyanyi yang diberikan kesempatam itu adalah saya. Saya mendapat kesempatan besar bisa berkolaborasi bersama Yovie. Dari awal karir saya, saya diberi kesempatan untuk menulis lirik lagu untuk Kasih Putih.” – Glenn Fredly
“Tanda Mata Glenn Fredly Untuk KoesPlus Bersaudara” (2019). Diselenggarakan di Balai Sarbini, Plaza Semanggi, Jakarta Selatan. Konser ini merupakan salah satu agenda yang secara tidak langsung mencatatkan sejarahnya beriringan dengan demonstrasi kerusuhan massa dalam rangka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), lokasi konser yang bertepatan langsung dengan kerusuhan antara demonstrasi dengan pihak kepolisian yang cukup teruk mengakibatkan beberapa guest star tidak dapat menghadiri agenda penghormatan untuk KoesPlus Bersaudara ini.
Namun dengan tangkas dan tegasnya Glenn Fredly tidak memberhentikan agendanya, ia langsung menghentak audience yang sempat hadir malam itu dengan tiga lagu KoesPlus Bersaudara; “Nusantara”, “Dunia”, “Mari-mari”.
“Selamat malam Balai Sarbini. Entah apa yang terjadi di luar sana, berkesenian tetap harus berjalan! Karena seni harus menjadi inspirasi untuk bangsa ini.” – Glenn Fredly
Glenn Fredly mewarnai konser malam itu di tengah kericuhan yang kian marak terjadi dengan menyuguhkan lagu-lagu KoesPlus Bersaudara versinya, ia mengaransemen ulang lagu “Da Silva” dan “Kolam Susu” yang menjadi legenda hingga abad ini dengan lantunan khas Melanesia. KoesPlus Bersaudara merupakan salah satu simbol persatuan Indonesia, dengan segenap karya-karyanya yang membumi, Glenn Fredly memberikan sebuah trophy kepada Yok Koeswoyo, penghargaan yang turut membanggakan, mengingat sang adik, Yon Koeswoyo baru saja berpulang tahun lalu (2017).
Perjalanan dunia terkadang lajunya tidak masuk dalam nalar, adakalanya penuh simpang jalan, sepi, padat konflik, ataupun terai duka yang kian merekah. Peluknya yang seluas samudra, merangkul siapa saja tanpa menilai substansi hakikat manusia. Pada tahun ini, Maluku tanah kelahirannya tengah dilanda bencana gempa serta Riau dengan korban asapnya. Solidaritas yang erat antar umat manusia, Glenn Fredly beserta tim terkait berinisiatif untuk sumbangsih seluruh perolehan dari konser “Tanda Mata Glenn Fredly Untuk KoesPlus Bersaudara” kepada sanak saudara korban bencana Maluku dan Riau.
Pada malam konser Tanda Mata tahun ini, akan menjadi pengingat begitu bernilai dan bermakna nian sikap kemanusiaan. Nilai kemanusiaan merupakan sikap yang menyeimbangkan keadilan dan keseimbangan antar umat manusia, dan Glenn Fredly melakukannya melalui berkesenian dalam bermusik. Malam ini, tutur terima kasih tidak luput diucapkan olehnya, baik mereka yang terhalang menuju lokasi maupun mereka yang berhasil berjuang untuk sampai.
“Saya menaruh hormat kepada temanteman semua yang sudah punya tiket tapi tidak bisa datang ke tempat ini. Terima kasih juga untuk teman-teman yang sudah berjuang untuk ke sini, saya percaya ini bukanlah sebuah kebetulan. Dunia hari ini mungkin menebar ketakutan dan kita punya alasan untuk khawatir. Namun kami memilih melewatinya dengan bersyukur dan melakukannya bersama.” – Glenn Fredly
Konser Tanda Mata Glenn Fredly Untuk Masa Depan (2020) ini juga dimeriahkan oleh Ruth Sahanaya, Yura Yunita, Trio Lestari, The Soulful, Desta, Lukman Sardi, Barry Likumahuwa & The OG’s, Rio Febrian, Ivan Nestorman dan lainnya.
(2019 – 2020)
Setelah disibukkan dengan sedemikian kegiatan, menyebarluaskan karya-karyanya ke seluruh Indonesia, mengedukasi masyarakat dengan nilai kemanusiaan melalui seni bermusik. Pada tahun ini merupakan titik balik Glenn Fredly dalam berkarya, ia memulai kembali menciptakan lagu-lagunya.
Album Romansa Ke Masa Depan vol.1 adalah awal mula perjalanan barunya setelah kurang lebih 9 tahun vakum dalam mengeluarkan karya berupa album. Pada tahun ini Glenn Fredly juga mengubah logo branding namanya, bersilih lebih trendi kontemporer.
Dibuka dengan single “Orang Biasa” ia memadu-padankan dengan lintas film, membentuk movie clip untuk pertama kalinya membuka peluang untuk berbaur di dalam generasi muda, terbukti pada lagu setelahnya yang ia rilis berjudul “Kembali Ke Awal” berkolaborasi dengan Ifa Fachir menjadi soundtrack dari film “Twivortiare” dan memenangkan awards Piala Maya (2020). Disambung dengan salah satu lagu hits dalam album ini yang berjudul “Selesai”, dengan Andi Rianto sebagai Produser dan Arranger. Sebelum pada akhirnya ia merilis seluruh lagunya dalam album Romansa Ke Masa Depan vol.1 pada 14 November 2019.
Pada masa ini ia semakin aktif menggerakkan labelnya; “Musik Bagus Indonesia” beserta yayasan yang ia usung “Ruma Beta Foundation”. Program demi program ia jalankan kembali, memulihkan kerinduan masyarakat Indonesia terhadap sosoknya.
Ruma Beta Foundation didirikan dengan sejumlah tujuan besar, yakni berfokus pada pendidikan dan kepedulian terhadap isu sosial, pemberdayaan ekonomi, dan masalah lingkungan yang kerap terjadi. Yayasan ini berdiri dan mendedikasikan perannya untuk meningkatkan kesejahteraan Indonesia melalui kekuatan pendidikan (Institut Tandamata), demi meningkatkan kualitas pemberadaban di masa yang akan datang.
Glenn Fredly pada masa ini tidak hanya berkarya seorang diri, lagu “Adu Rayu” yang berkolaborasi dengan Yovie Widianto dan Tulus menjadi hits dan masuk ke dalam rangkaian lagu terbaik Indonesia. Lagu ini berhasil meraih lima penghargaan AMI Awards (2019) sekaligus dengan kategori (Produksi Terbaik), (Penata Musik Pop Terbaik), (Karya Produksi Kolaborasi Terbaik), (Produser Rekaman Terbaik), dan (Tim Produksi Suara Terbaik). Dengan mengharmoniskan ke dalam ranah film, movie clip “Adu Rayu” yang bercerita tentang kisah cinta segitiga yang diperankan oleh Chicco Jerikho, Velove Vexia, dan Nicholas Saputra ini menuai banyak apresiasi, Glenn Fredly sendiri bahkan memiliki rencana akan memfilmkan “Adu Rayu”.
Pada tahun ini juga, Institut Musik Jalanan (IMJ) kian meningkatkan kualitasnya dalam mengapresiasi musisi jalanan. Glenn Fredly dan Ridho Hafiedz selaku pembimbing pun turut bangga dengan kemajuan tekhnologi yang tak luput memberikan peluang musisi jalanan dalam mengembangkan karyanya. Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan dapat merangkul banyak masyarakat dalam mengenal dan memanfaatkan layanan keuangan secara digital. Terdapat kurang lebih 80 musisi jalanan yang sudah menjadi anggota dari (IMJ), dengan adanya kolaborasi ini musisi jalanan dapat meningkatkan taraf kualitas kehidupan mereka.
Perjalanan yang begitu panjang telah mengantarkan raganya pada penghujung akhir (2019), rintangan demi rintangan ia hadapi, hasil yang manis tidak memberhentikan raganya untuk memulai sesuatu yang jauh lebih besar. Pada masa ini ia mendukung sebuah Campaign; “Ambon City Of Music”. Ia tidak berhenti memperjuangkan keinginannya, ia melangkah tangga demi tangga, menikmati setiap proses yang berlangsung. Hingga bertepatan dengan Hari Kota Dunia yang jatuh pada 31 Oktober, UNESCO menunjuk 66 pemukiman perkotaan yang masuk ke dalam Jaringan Kota Kreatif Dunia (Creative Cities Network) dan salah satunya ialah Kota Ambon, Maluku. Masuk ke dalam kota kreatif pada kriteria; Kota Musik Dunia UNESCO.
“Ibarat kata City Of Music di Ambon itu epicentrum. Simbol untuk bicara Indonesia saat ini, Ambon dengan histories tentang musik yang begitu banyaknya bisa dijadikan oleh para musisi kita sebagai pusat bermusik di sana.” – Glenn Fredly.
Glenn Fredly juga mengusung Konferensi Musik Indonesia (KAMI) yang berkolaborasi dengan RumaBeta Foundation, Dyandra Promosindo, dan Koalisi Seni. Program ini dibentuk dalam rangka memajukan ekosistem musik Indonesia, serta memfokuskan musik sebagai kekuatan ekonomi baru. Pada tahun sebelumnya (2018) program ini telah terlaksana di Ambon, Maluku. Dan pada masa ini KAMI diselenggarakan pada Gedung Budaya Sabilulungan, Bandung.
Setiap perjalanan akan ada tujuan akhir, setiap yang berjiwa akan kembali pada-Nya. Ribuan detik yang terlewati, ratusan menit yang kian menemani, sebuah perjumpaan yang mengajari bahwa dunia terus bekerja. Glenn Fredly Deviano Latuihamallo, namanya akan terus abadi. Ia mengajari bahwa semua manusia memiliki peran yang saling berkesinambungan, dan semua manusia saling kait mengkait, semuanya memiliki rasa. Terlepas dari perbedaan masing-masing manusia, sukma akan selalu hidup dalam kesetaraan.
Penutup
Tidak ada kata lain selain ucap terima kasih kepadanya, tidak ada aksi lain selain bangga kepadanya, ia bersinar terang dalam angan dan sanubari kami. Terlepas dari banyaknya kekurangan yang tersua dalam diri kami, latar belakang yang minim pengetahuan tentang industri ini. Kehadirannya tidak berhenti untuk merangkul dan mempercayai kami seutuhnya. Kami bangga telah menjadi bagian cerita hidupnya yang tak henti senantiasa menginspirasi, kenangan tentangnya tidak akan pernah pudar.
Kami berjalan dan terus meraih apa-apa yang ia sempat sampaikan, cita-cita dan aspirasinya sudah menjadi bagian dalam perjuangan kami hari ini, esok, dan seterusnya. Terlepas dari hari disemayamkannya duka dalam diri kami, dengan segenap bait kata dan doa, kami bersama mimpinya, tidak akan berhenti sampai di sini.
Glenn Fredly tutup usia pada 08 April 2020.